Tuesday, April 09, 2013

Masalah Kesehatan, Hormon Kebahagiaan, dan Berpikir Positif


Marilah kita tetap belajar dan menuntut ilmu yang bermanfaat, marilah kita menjalani hidup ini dengan baik dan benar sesuai dengan tuntunan agama, marilah kita selalu berpikiran positif dalam arti yang seluas-luasnya, sehingga tubuh kita selalu dalam keadaan keseimbangan melalui reaksi-reaksi biokimia. -- Prof dr Rosdiana Natzir --




Masalah Kesehatan, Hormon Kebahagiaan, dan Berpikir Positif

Oleh: Prof dr Hj Rosdiana Natzir PhD(Guru Besar Fakultas Kedokteran, Unhas, Makassar)

Komitmen global di negara kita, Indonesia, yaitu meningkatkan status kesehatan yang secara jelas dicantumkan dalam Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals-MDG’s).

Deklarasi MDG’s tersebut merupakan hasil kesepakatan para kepala negara dari  189 perwakilan negara PBB di New York yang mulai dilaksanakan pada September 2000.

MDG’s tersebut antara lain: (1) menurunkan angka kematian anak sebesar dua pertiganya pada thn 2015 dari keadaan thn 1990; (2) menurunkan angka kematian Ibu melahirkan sebesar tiga perempatnya pada thn 2015 dari keadaan thn 1990; dan (3) menekan peningkatan prevalensi penyakit  HIV/AIDS  dan penyakit utama lainnya pada thn 2015.

MDG’s difokuskan kepada pengurangan kemiskinan pada umumnya dan beberapa tujuan kesehatan pada khususnya, sehingga terdapat keterkaitan antara upaya keseluruhan penurunan kemiskinan dengan investasi di bidang kesehatan.

Bidang Pendidikan dan Kesehatan merupakan fokus utama, harapan tercapainya tujuan pada tahun 2015. Di lain pihak pada saat yang sama, pemerintah juga harus menanggung beban utang yang sangat besar.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) lebih memfokuskan pelayanan kesehatan pencegahan (preventive) dan peningkatan (promotive) dibandingkan pengobatan (curative) dan pemulihan (rehabilitative). Pemilihan alternative intervensi kesehatan yang dianggap “cost-effective” ini menjadi lebih penting.

Sebagai salah satu contoh HIV/AIDS: dengan mengubah kebiasaan hidup, sebagai contoh bahwa melakukan hubungan intim dengan pasangan yang sah saja, menggunakan kondom, menggunakan transfusi darah yang aman, gunakan jarum suntik yang aman. Contoh lain, penyakit akibat tembakau, larangan iklan rokok, menaikkan pajak rokok.

Indikator yang menggambarkan kualitas manusia cukup banyak, maka dipilih tiga indikator utama yaitu indikator kesehatan, pendidikan, dan ekonomi.

Potensi yang ada pada manusia, selayaknya difungsikan dan ditumbuh-kembangkan sesuai dengan proporsinya. Manusia akan mampu menjalankan fungsi kepemimpinannya apabila membekali diri dengan ilmu pengetahuan.

Seseorang disebut ‘ sehat ‘ apabila memiliki sehat jasmani dan juga sehat  rohani/mental. Apabila sehat jasmani dan sehat rohani/mental, maka manusia akan mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang setiap waktu berkembang dengan pesatnya, bukan hanya di bidang teknologi, informasi, kedokteran, pertanian, akan tetapi juga di bidang psikologi, yaitu tentang konsep kecerdasan manusia.

Marilah kita bersama renungkan bahkan prihatinkan bagaimanakah kemajuan yang akan diperoleh oleh suatu bangsa, kaum atau kelompok besar / kecil, apabila angka kesehatan menurun dan angka kesakitan meningkat? Pasti akan berdampak pada kualitas hidup dan kemajuan suatu bangsa.

Hormon Kebahagiaan

Seorang spesialis bedah saluran pencernaan dari Jepang, Dr Shigeo Haruyama, menerbitkan buku tentang kesehatan dengan  judul “the miracle of endorphin”.

Beliau menuliskan fungsi otak dan peranan otak yang demikian besar sehingga dapat mengatur tingkat kesehatan tubuh.

Menurut  beliau, terjadi ‘revolusi besar di jaringan otak, karena otak mampu membuat tubuh kita menjadi sehat atau jatuh sakit, dan otak mempunyai kemampuan mengeluarkan hormon yang dijuluki “hormon-hormon kebahagiaan.”

Salah satu hormon kebahagiaan tersebut adalah endorphin, yang mempunyai potensi yang lebih dari seratus kali lebih kuat daripada morfin. Endorphin adalah morfin yang diproduksi di dalam sel tubuh atau endogen.

Hormon ini normal disekresi dalam jumlah sedikit, tetapi dapat meningkat kadarnya dalam darah bergantung kondisi seseorang. Apabila kondisi seseorang dalam keadaan positif atau dalam pikiran positif, berarti dalam keadaan bebas dari faktor stress, maka produksi endorphin akan meningkat. Demikian pula sebaliknya.

Menurut Haruyama, peranan dokter terhadap kesembuhan seorang pasien hanya 1/3 saja, 2/3-nya terdapat pada diri pasien tersebut.

Unsur kimia penting lainnya adalah radikal bebas, yang merupakan salah satu unsur kimia yang sangat ampuh menyerang tubuh manusia menjadi sakit.

Radikal bebas dapat terbentuk sendiri di dalam tubuh, atau masuk ke dalam tubuh melalui polusi udara atau perbuatan manusia sendiri, tetapi tubuh kita sudah diciptakan oleh Allah SWT, memproduksi penangkal radikal bebas tersebut, yaitu enzim superoksida dismutase.

Enzim ini mampu bekerja maksimal melawan radikal bebas, dan enzim ini diproduksi semakin berkurang sesuai dengan pertambahan usia. Dapat disimpulkan bahwa  pada dasarnya tubuh kita sebenarnya diciptakan untuk tetap menjadi sehat atau seumur hidup kita harus tetap sehat.

Mengapa kita menjadi tidak sehat, sementara tubuh kita mempunyai hormon kebahagiaan dan enzim penangkal radikal bebas tersebut?

Secara sederhana dapat dijawab, bahwa manusia diciptakan dalam keadaan sempurna dan sehat. Kalau hal ini tidak terjadi, berarti ada penyimpangan yang dilakukan oleh manusia.

Berpikir Positif

Seluruh unsur-unsur kimia di dalam tubuh manusia bekerja dalam keadaan seimbang, keseimbangan, atau homeos-tasis.

Hormon Kebahagiaan dan enzim, hanya dua di antara sekian banyak hormon dan enzim yang disebutkan tadi, bekerja dan bermanfaat untuk mengatur homeos-tasis di dalam tubuh manusia.

Di sekitar alam, ada juga yang bermanfaat bagi kesehatan, ada herbal-herbal, ada produk lebah madu dan racunnya. Tetapi angka kesakitan pada balita dan dewasa semakin meningkat?

Pesan yang ingin saya sampaikan di sini, marilah kita tetap belajar dan menuntut ilmu yang bermanfaat, marilah kita menjalani hidup ini dengan baik dan benar sesuai dengan tuntunan agama, marilah kita selalu berpikiran positif dalam arti yang seluas-luasnya, sehingga tubuh kita selalu dalam keadaan keseimbangan melalui reaksi-reaksi biokimia.

Dengan hal-hal yang positif tersebut, kita dapat menjalani hidup ini dengan baik melalui tubuh sehat, pikiran sehat, jiwa sehat, kualitas hidup akan meningkat, dan kualitas bangsa juga ikut meningkat. (Dibawakan pada Upacara Dies Natalis XXV Universitas Satria Makassar, di Makassar, 18 Juni 2012)


@copyright Tabloid Almamater, Makassar, Edisi ke-4, Maret 2013.

No comments: