Monday, April 08, 2013

Cita-cita Besar Sejak Kecil


CITA-CITA BESAR. Meskipun lahir dan besar di kampung yang letaknya jauh dari ibukota provinsi, Basri Wello ternyata sejak kecil sudah memiliki cita-cita besar, yaitu ingin menjadi profesor dan memimpikan keliling dunia. “Sejak kelas empat SD (seko-lah dasar), saya sudah menulis di buku saya, Profesor Basri Wello. Saya menulis begitu saja, karena senang saja dengan gelar profesor," katanya.



Cita-cita Besar Sejak Kecil

Meskipun lahir dan besar di kampung yang letaknya jauh dari ibukota provinsi, Basri Wello ternyata sejak kecil sudah memiliki cita-cita besar, yaitu ingin menjadi profesor dan memimpikan keliling dunia.

“Sejak kelas empat SD (seko-lah dasar), saya sudah menulis di buku saya, Profesor Basri Wello. Saya menulis begitu saja, karena senang saja dengan gelar profesor. Malah saya sering menambahkan gelar-gelar akade-mik lainnya, sehingga nama saya kelihatan ramai,” ungkapnya.

Puluhan tahun kemudian, cita-cita besarnya itu terwujud. Basri Wello berhasil meraih gelar profesor doktor dan telah mengunjungi puluhan negara di dunia.

Dia mengungkapkan, cita-cita besar dan penulisan gelar akademik di depan dan di bela-kang namanya dipicu pelajaran sejarah di sekolah.

“Saya senang belajar sejarah. Saya senang membaca riwayat hi-dup tokoh-tokoh besar Nusanta-ra dan tokoh-tokoh besar dunia, seperti Gadjah Mada, Soekarno, Bung Hatta, (John F) Kennedy, dan lain-lain,” sebutnya.

Dengan membaca kisah hidup tokoh-tokoh besar tersebut dan bagaimana mereka meraih sukses, perlahan tapi pasti, Basri Wello memupuk mimpi-mimpinya.

“Tentunya pada saat itu, kita masih buta,” ungkapnya, tetapi spirit dari kisah hidup orang-orang sukses dan tokoh-tokoh besar it uterus-menerus memacu semangat belajarnya.

Berkat bakat alami yang dimilikinya dan semangat belajar yang luar biasa, Basri Wello menjadi langganan juara kelas di sekolahnya, mulai Sekolah Dasar (di Maroanging, Enrekang), SMP (Maroanging, Enrekang), hingga SMA (SPG Negeri di Rappang, Sidrap). Malah dia mendapat beasiswa ketika sekolah di SPG.

Jarak dari rumah ke sekolah yang cukup jauh dan harus melewati tujuh sungai kecil, serta tidak jarang basah kuyup dalam perjalanan, tidak mengurangi semangat belajarnya. Agar tidak terlambat tiba di sekolah, Basri setiap hari bangun sebelum pukul 05.00 Wita dan harus mengaji usai shalat subuh, sebelum bersiap-siap ke sekolah.

Karena berangkat ke sekolah sebelum matahari terbit di bawah cuaca yang masih gelap, Basri bersama saudara dan teman-temannya sering memakai obor yang dibuat dari daun kelapa kering yang diikat.

“Kami selalu senang dan gembira, karena kami banyak seperti itu,” tuturnya.

Didikan orangtuanya yang cukup keras, juga menjadi pemicu semangat belajarnya.

“Pesan orangtua kami, kalian harus sekolah. Kalau kalian tidak sekolah, maka hidup kalian akan seperti saya,” kata anak ke-6 dari 12 bersaudara. (asnawin)


@copyright Tabloid Almamater, Makassar, Edisi ke-4, Maret 2013.

No comments: