Tuesday, March 26, 2013

Disharmonisasi Kebangsaan: Hilangnya Keteladanan dan Kemandirian Konstitusi



PERNYATAAN SIKAP BERSAMA
PMII, GMNI, GMKI, IMM, PMKRI, HIKMABUDHI, KMHDI

DISHARMONI KEBANGSAAN
“Hilangnya Keteladanan Dan Kemandirian Konstitusi”

Banyak persoalan – persoalan hukum yang sampai sekarang tidak bisa dituntaskan oleh aparat penegak hukum di bangsa ini. Justru, realita yang terjadi lembaga – lembaga penegak hukum yang ada, saling tuding dan menjatuhkan. Ego lembaga sangat ditonjolkan dan menyampingkan rasa keadilan di masyarakat. 

 
Akhirnya masyarakat sangat antipati terhadap lembaga penegak hukum. Padahal porsi kewenangan pada lembaga – lembaga tersebut sudah diberikan, tinggal dibutuhkan sinergitas antara lembaga – lembaga hukum sesuai dengan kewenangannya untuk menuntaskan persoalan – persoalan hukum yang saat ini masih terbengkalai. Jika antarlembaga tersebut mampu bersinergi, maka seharusnya  persoalan – persoalan hukum seperti Kasus Korupsi Hambalang, Kasus Century, Kasus BLBI, serta Kasus penyimpangan alat IT oleh Penyelenggara PEMILU dapat diselesaikan.

Sektor ekonomi bangsa Indonesia juga telah tergadai dengan kehadiran instrumen-instrumen Neoliberalisme seperti IMF, WTO, dan berbagai undang-undang sarat kepentingan pemodal/asing. Akibatnya, bangsa ini telah Kehilangan kedaulatannya dalam mengelola sumber-sumber daya alam yang dimiliki. 

Kehilangan atas kedaulatan pangan dan kedaulatan energy. Kehilangan atas kemandirian dan kedaulatan tersebut menyebabkan disharmoni dalam sendi kehidupan rakyat, kesejahteraan yang dicita-citakan akhirnya hanya milik segelintir orang. Dalam bahasa yang lebih lugas, bangsa ini sedang mengalami situasi akut atas kedaulatan pangannya, kedaulatan migas, dan kedaulatan sumber daya alam.

Liberalisasi sektor politik menciptakan disharmoni kebangsaan yang akut. Undang-undang pemilu membuka ruang bagi terciptanya sekat-sekat sosial dalam masyarakat. Penyelenggara pemilu kehilangan kewibawaannya akibat banyaknya lembaga dengan kewenangan yang saling beririsan. Realitas tersebut makin diperparah akibat saling sandera kepentingan antar-elit politik juga menyebabkan hilangnya keteladanan dari para elit politik. Pejabat dan penyelenggara negara akhirnya sibuk dan gaduh dengan kepentingan politik kelompoknya. Mereka bahkan melupakan kepentingan bangsa dan negara yang jauh lebih penting.

Hilangnya keteladanan elit juga telah menyebabkan relasi sosial antar masyarakat menjadi sangat rapuh. Masyarakat menjadi terkotak-kotak menurut kelompoknya tanpa harmoni dan pembauran layaknya Indonesia yang dicita-citakan. Indonesia menjadi negara tanpa harmoni sebagaimana diimpikan oleh para pendiri bangsa ini. Konflik sosial berbasis kepentingan ekonomi politik serta berbau SARA menjadi tontonan yang dianggap lazim. Kondisi ini diperparah oleh tak tegasnya pemerintah dalam menegakkan hukum terhadap kelompok masyarakat pelaku kerusuhan. Dalam banyak kasus negara justru  lebih tunduk pada kemauan dan kepentingan kelompok masyarakat tertentu dari pada perintah konstitusi.

Indonesia merupakan negara Hukum, yang tentunya dalam menjalankan roda pemerintahan, harusnya berpedoman pada Konstitusi yang berlaku di negara ini. Hanya sangat disayangkan ketika konstitusi sudah mulai dijalankan masih banyak intervensi dari berbagai pihak yang berkepentingan, yang mempunyai uang (Money) dan kekuasaan (Power), para penegak hukum bermain sesuai irama dari para penguasa. 

Hukum sudah tidak lagi mempunyai nilai – nilai independensi yang luhur, hukum diibaratkan sebagai suatu sandiwara yang seakan – akan sudah diatur kemana arah yang akan dituju tergantung sutradaranya yang mengatur skenarionya. 

Fakta ini menunjukkan bahwa bangsa kita telah kehilangan keteladanan dan kemandirian dalam menyusun dan menerapkan konstitusinya. Sehingga kami memandang bahwa sudah seharusnya kita mengembalikan dan mewujudkan “Kemandirian Konstitusi”, artinya bahwa jangan ada intervensi dari pihak manapun (termasuk pihak asing) ketika Konstitusi itu diterapkan. Dalam konteks ini, kewibawan dan martabat Konstitusi itu harus dijaga.

Berkaca dari persoalan disharmoni kebangsaan diatas, maka dengan ini kami semua menyerukan:
1. Wujudkan kemandirian konstitusi dalam penyusunan dan penerapannya tanpa intervensi pihak asing maupun pemilik modal.
2. Stop kegaduhan politik!!!  Bahwa para elit politik dan penyelenggara negara harus tetap fokus pada upaya pelayanan kepada rakyat bukannya sibuk dengan kepentingan politik kelompoknya.
3. Tuntaskan kasus hukum terutama kasus-kasus yang menimbulkan kerugian negara yang besar seperti kasus hambalang, kasus bailout bank Century, BLBI dan korupsi dana IT Pemilu
4. Hentikan konflik sosial dan konflik bernuansa SARA. Negara harus hadir dan memberi perlindungan kepada setiap warganya. Kasus pembongkaran HKBP Setu Bekasi merupakan bukti alpanya negara dalam menjamin hak-hak warganya.
5. Wujudkan kedaulatan pangan dan energi. Lindungi para petani lokal dari gempuran impor. Kemandirian bangsa dalam mengelolah energi akan membawa  manfaat yang lebih besar bagi kesejahteraan rakyat.

Hormat Kami,

Pengurus Besar
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
(PB PMII)



Addin Jauharudin
Ketua Umum
Pengurus Pusat
Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia
(PP GMKI)



Supriadi Narno
Ketua Umum

Presidium Pusat
Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia
(PP GMNI)



Twedy Noviandy Ginting
Ketua Umum

Pimpinan Pusat
Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (PP KMHDI)



I Made Bawayasa
Ketua Presidium

Pimpinan Pusat
Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PP PMKRI)



Parlindungan Simarmata
Ketua Presidium

Dewan Pimpinan Pusat
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
(DPP IMM)



Jihadul Mubarok
Ketua Umum

Presidium Pusat
Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia



Adi Kurniawan
Ketua Umum


No comments: