Monday, February 06, 2012

IPK Aktivis Minimal 3,0



Seorang aktivis seharusnya berupaya agar IPK-nya mencapai minimal 3,0, agar rekan-rekannya sesama mahasiswa, dosen, dan para petinggi kampus memberikan respek positif. - Dr Iqbal Suhaeb - (Mantan aktivis, sekarang Kabag Perlengkapan Pemprov Sulsel)


-----------------
 
Dr Iqbal Samad Suhaeb:


IPK Aktivis Minimal 3,0


            Mahasiswa memang sebaiknya aktif pada minimal satu lembaga kemahasiswaan, baik di internal kampus, maupun di luar kampus, tetapi tugas utama sebagai mahasiswa harus tetap diprioritaskan dan sedapat-mungkin berupaya agar prestasi akademiknya di atas rata-rata.
            “Aktivis akan jauh lebih dihargai kalau IPK-nya tinggi,” kata Dr HM Iqbal Samad Suhaeb SE MT, dalam bincang-bincang dengan Tabloid Almamater, seusai acara penerimaan penghargaan dan hadiah kepada para juara Lomba Penulisan dan Lomba Foto dalam rangka HUT ke-342 Sulsel, di Baruga Sangiaseri Rujab Gubernur Sulsel, Jumat, 13 Januari 2012.
            Mantan Ketua Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (Himiespa), Fakultas Ekonomi, Unhas (pertengahan 80-an), mengatakan, seorang aktivis seharusnya berupaya agar IPK-nya mencapai minimal 3,0, agar rekan-rekannya sesama mahasiswa, dosen, dan para petinggi kampus memberikan respek positif.
            “Dulu, kami memang mensyaratkan pengurus inti lembaga kemahasiswaan minimal ber-IPK minimal 3,0,” ungkap Iqbal yang hingga kini masih aktif di berbagai organisasi.
            Kabag Perlengkapan Biro Umum dan Perlengkapan Setda Provinsi Sulsel, mengatakan, ketika masih kuliah S1 di Unhas, dirinya juga aktif di HMI Komisariat Fakultas Ekonomi dan beberapa kali mewakili Unhas sebagai pembicara pada seminar antar-lembaga kemahasiswaan di Universitas Indonesia (UI) Jakarta dan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
            Meskipun meniti karier sebagai birokrat di lingkup Pemprov Sulsel, pria kelahiran Makassar, 2 September 1966, tetap melanjutkan kuliah hingga mencapai gelar doktor.
Gelar Sarjana Ekonomi diraihnya dari Fakultas Ekonomi Unhas, selanjutnya pra-S2 pada Fakultas ekonomi UI, dan meraih gelar Magister Teknik (prodi Planologi) dari Institut Teknologi Bandung (ITB). Kemudian gelar doktor (Ilmu Ekonomi) diraih dari Unhas.
“Ilmu itu terus berkembang. Kalau birokrat seperti saya tidak mengikuti perkembangan ilmu, maka dia akan tertinggal dan ditinggalkan oleh konstituen. Mengikuti perkembangan ilmu bias melalui jalur formal di bangku kuliah, bias juga melalui jalur otodidak, tetapi seorang pejabat birokrat harus terus-menerus belajar,” ujar Iqbal. (win)

Keterangan:
- Artikel ini termuat di Tabloid Almamater, edisi I, vol.I, Januari 2012.

No comments: