“Mulai sekarang, kalau ada mahasiswa terlibat tawuran, baik mahasiswa PTN, maupun mahasiswa PTS, di dalam maupun di luar kampus, maka ada beberapa opsi yang kemungkinan bisa diterapkan sesuai derajat kesalahannya,” kata Mendikbud Muhammad Nuh. (Foto: Asnawin)
Makassar, Tabloid Almamater. Kalau mahasiswa melakukan aksi unjukrasa menutup jalan, itu sudah biasa. Kalau mahasiswa berunjukrasa merusak fasilitas umum, itupun sudah biasa. Namun, jika mahasiswa melakukan tawuran dan menewaskan lawan yang sekaligus rekannya sendiri sesama satu kampus, itu pasti tidak biasa.
Kejadian tidak biasa itulah yang terjadi di Kampus Parangtambung Universitas Negeri Makassar (UNM), Kamis, 11 Oktober 2012.
Mahasiswa Fakultas Seni dan Disain (FSD) bentrok dengan mahasiswa Fakultas Teknik. Dalam bentrok atau tawuran itu, belasan mahasiswa dari kedua fakultas mengalami luka-luka dan terpaksa dilarikan ke rumah sakit.
Saat berada di rumah sakit, mahasiswa dari kedua fakultas itu kembali bentrok dan saat itulah terjadi penikaman terhadap dua mahasiswa Fakultas Teknik yang akhirnya tewas di rumah sakit tersebut.
Kedua mahasiswa yang tewas tersebut adalah Heriyanto (mahasiswa asal Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan) dan Rezky Munandar (mahasiswa asal Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan).
Jenazah keduanya langsung dibawa ke kampung halaman masing-masing pada malam kejadian dan dimakamkan keesokan harinya (Jumat, 12 Oktober 2012).
Mendikbud Muhammad Nuh bersama Dirjen Dikti Djoko Santoso menyempatkan diri melayat ke rumah duka di Enrekang dan menyatakan belasungkawa kepada kedua orangtua almarhum Heriyanto.
“Orangtuanya menangis. Nangisnya orang desa. Mereka tidak menuntut. Coba kalau orangtuanya orang berpendidikan, orang yang merasa punya hak untuk menuntut,” ungkap Nuh, saat berdialog dengan para pimpinan perguruan tinggi, wakil pimpinan perguruan tinggi bidang kemahasiswaan, serta perwakilan mahasiswa dari berbagai PTN dan PTS se-Kota Makassar, di Baruga Sangiaseri Rumah Jabatan Gubernur Sulsel, Makassar, Jumat, 12 Oktober 2012.
Heriyanto, kata Mendikbud, adalah anak keempat dari tujuh bersaudara. Kedua orangtuanya petani miskin di kampung. Harapan orangtuanya, sang anak bakal menjadi sarjana. Harapan itu kini pupus.
“Bayangkan kalau anak kita, yang sudah kita berikan modal, yang mengalami hal seperti itu,” katanya.
Terjun Langsung
Mengapa Mendikbud Muhammad Nuh memberikan perhatian khusus atas peristiwa tawuran antar-mahasiswa UNM yang berbuntut tewasnya dua mahasiswa? Mengapa Mendikbud bersama-sama dengan Dirjen Dikti Djoko Santoso terbang langsung dari Jakarta ke Makassar dan terbang ke Kabupaten Enrekang untuk melayat ke rumah duka mahasiswa yang tewas?
Muhammad Nuh mengatakan, urusan nyawa manusia itu sangat khusus, sehingga tidak bisa dibuat main-main.
“Saya bersama Pak Dirjen Dikti (Djoko Santoso) tidak bisa melepaskan tanggungjawab itu. Kami harus terjun langsung ke lapangan. Hal seperti ini tidak bisa diserahkan kepada otonomi kampus, karena ini sudah menyangkut nyawa,” katanya.
Bentuk Tim Khusus
Selanjutnya, langkah apa yang akan dilakukan Mendikbud atas peristiwa tawuran antar-mahasiswa UNM yang menewaskan dua mahasiswa itu?
“Sebagai jalan keluar untuk jangka pendek, kami akan membentuk tim khusus. Tugasnya ada dua. Pertama, untuk urusan kasus tawuran di UNM ini, dan kedua, untuk urusan pendampingan bagi kampus-kampus yang ada di Kota Makassar dan Sulawesi Selatan pada umumnya,” urai Muhammad Nuh.
Tim yang terdiri atas perwakilan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pihak kampus, dan pihak independen ini nantinya diharapkan memberikan rekomendasi kepada Mendikbud untuk ditindaklanjuti.
“Kalau (tawuran antar-pelajar, red) SMA, kami tidak punya tangan langsung, tetapi di perguruan tinggi, baik perguruan tinggi negeri maupun perguruan tinggi swasta, kami punya tangan langsung (untuk melakukan tindakan, red),” tandas Nuh.
Beberapa Opsi Sanksi
Sanksi apa yang akan diberikan kepada pelaku tawuran dan pimpinan perguruan tinggi yang dianggap gagal mencegah terjadinya bentrokan yang berujung perusakan atau kematian?
“Mulai sekarang, kalau ada mahasiswa terlibat tawuran, baik mahasiswa PTN, maupun mahasiswa PTS, di dalam maupun di luar kampus, maka ada beberapa opsi yang kemungkinan bisa diterapkan sesuai derajat kesalahannya,” kata Mendikbud Muhammad Nuh.
Opsi pertama, jurusan atau program studi (prodi) tempat mahasiswa menimba ilmu, akan ditutup. Bisa sifatnya penutupan sementara, tetapi bisa pula ditutup selamanya.
“Kami bisa mengambil langkah itu. Daripada orangtua dan masyarakat yang sudah memberi kepercayaan kepada pihak kampus, tetapi ternyata kepercayaan itu tidak bisa dijaga, mendingan kita tutup saja prodinya,” tegas Nuh.
Penutupan sementara itu, jelas Mendikbud, bisa berarti prodi bersangkutan tidak boleh menerima mahasiswa baru selama satu atau dua tahun.
“Rugi? Ya, rugi, tetapi ini jauh lebih baik daripada prodi bersangkutan hanya menghasilkan mahasiswa yang suka tawuran,” ujarnya sambil memegang dada.
Opsi kedua, akreditasi prodi, fakultas, atau perguruan tinggi bersangkutan bisa diturunkan, misalnya dari Akreditasi A menjadi Akreditasi B, atau dari Akreditasi B menjadi Tidak Terakditasi.
Opsi berikutnya, pejabat kampus juga akan diberikan sanksi yang disesuaikan dengan tingkat kesalahan atau siapa yang paling bertanggungjawab atas terjadinya tawuran.
“Ini merupakan bagian dari reward (hadiah, penghargaan) dan punishment (sanksi, hukuman) bagi para pengelola kampus,” tandas Nuh.
Sanksi berikut, yaitu menyetop bantuan kepada kampus bersangkutan, termasuk tidak memberikan bantuan untuk perbaikan kampus yang dirusak atau dibakar oleh mahasiswa.
“Biarkan pihak kampus cari uang sendiri untuk memperbaiki gedung-gedung yang dirusak oleh mahasiswa. Kalau mau membangun kembali, silakan,” katanya.
Khusus kepada mahasiswa terlibat tawuran, Mendikbud Muhammad Nuh menegaskan agar mereka diberi sanksi berat, bahkan kalau perlu langsung dikeluarkan (Drop Out).
“Pak Dirjen Dikti ini (sambil menunjuk Dirjen Dikti Djoko Santoso) pernah jadi Rektor ITB dua periode. Ketika beliau jadi rektor, siapapun yang terlibat tawuran, langsung di-DO. Tidak pandang bulu. Tidak peduli anak orang kaya atau anak orang miskin. Berapa pun IPK (indeks prestasi kumulatif)-nya,” papar Nuh.
Karena itulah, lanjut Mendikbud, pihak kampus harus memperbanyak atau memberikan peluang bagi mahasiswa untuk melakukan sebanyak-banyaknya kegiatan yang produktif dan positif. (tim)
@copyright Tabloid Almamater, Makassar, Edisi 3, Oktober 2012.
No comments:
Post a Comment