Thursday, November 28, 2013

Pendidikan Karakter Harus Dijadikan Ruh


Masyarakat Indonesia yang terbiasa santun dalam berperilaku, melaksanakan musyawarah mufakat dalam menyelesaikan masalah, mempunyai kearifan lokal yang kaya dengan pluralitas, serta bersikap toleran dan gotong-royong, mulai cenderung berubah menjadi hegemoni kelompok-kelompok yang saling mengalahkan dan berperilaku tidak jujur. 
-- Prof Mansyur Ramly -- (Ketua BAN-PT)






--------------

Pendidikan Karakter Harus Dijadikan Ruh


Oleh: Prof Dr H Mansyur Ramly
(Ketua BAN – PT/Guru Besar Fakultas Ekonomi UMI Makassar)

Di balik berbagai kemajuan yang telah dicapai dalam pembangunan nasional, ternyata masih banyak masalah dan tantangan yang belum sepenuhnya terselesaikan, termasuk kondisi karakter bangsa yang akhir-akhir ini mengalami pergeseran dan atau penurunan.

Hal itu tercermin dari fenomena antara lain kesenjangan sosial-ekonomi-politik yang masih lebar, kerusakan lingkungan yang terjadi di berbagai pelosok negeri, masih terjadinya ketidak-adilan hukum, per-gaulan bebas dan pornografi di kalangan remaja, geng motor, kekerasan dan kerusuh-an, serta korupsi yang semakin merambah pada semua sektor kehidupan masyarakat.

Akhir-akhir ini juga banyak dijumpai tindakan anarkis, tawuran, konflik sosial, penuturan bahasa yang buruk dan tidak santun, serta ketidak-disiplinan.

Masyarakat Indonesia yang terbiasa santun dalam berperilaku, melaksanakan musyawarah mufakat dalam menyelesaikan masalah, mempunyai kearifan lokal yang kaya dengan pluralitas, serta bersikap toleran dan gotong-royong, mulai cenderung berubah menjadi hegemoni kelompok-kelompok yang saling mengalahkan dan berperilaku tidak jujur.

Semua itu menegaskan bahwa terjadi pergeseran jati diri dan karakter bangsa, yang bermuara pada disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila sebagai filosofi dan ideologi, keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai esensi Pancasila.

Selain itu, juga bermuara pada bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa, ancaman disintegrasi bangsa, dan melemahnya kemandirian bangsa.

Memerhatikan situasi dan kondisi yang memprihatinkan tersebut, serta pentingnya karakter bangsa, maka pemerintah mengam-bil inisiatif memprioritaskan pembangunan karakter bangsa, dan menjadikan pendidikan sebagai lokomotif utama yang dimulai sejak pendidikan usia dini.

Itulah sebabnya, sejak 2010 pemerintah menghidupkan kembali pendidikan karakter pada dunia pendidikan, mulai dari PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) hingga pendidikan tinggi, dalam bentuk dan metode yang berbeda dengan sebelumnya.

Pendidikan karakter sebenarnya bukan hal baru. Sejak awal kemerdekaan, masa orde lama, masa orde baru, dan masa reformasi, pendidikan karakter sudah dilakukan dengan nama dan bentuk yang berbeda-beda, namun hingga saat ini belum menunjukkan hasil optimal.

Sesuai fungsi pendidikan nasional, pendidikan karakter dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak, serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Secara khusus, pendidikan karakter memiliki tiga fungsi utama, yaitu pertama, pembentukan dan pengembangan potensi manusia dan warga Negara Indonesia agar berpikiran baik, berhati baik, dan berperilaku baik sesuai falsafah hidup Pancasila.

Kedua, pendidikan karakter berfungsi memperbaiki karakter manusia dan warga Negara Indonesia yang bersifat negatif, serta memperkuat peran keluarga, satuan pendi-dikan, masyarakat, dan pemerintah untuk ikut berpartisipasi dan bertanggung-jawab dalam pengembangan potensi manusia atau warga negara menuju bangsa yang berkarakter, maju, mandiri, dan sejahtera.

Ketiga, pendidikan karakter berfungsi sebagai penyaring, yaitu memilah nilai-nilai budaya bangsa sendiri dan menyaring nilai-nilai budaya bangsa lain yang positif untuk menjadi karakter manusia dan warga Negara Indonesia agar menjadi bangsa yang bermartabat.

Karakter, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain.

Dengan demikian, karakter adalah nilai-nilai yang unik, baik yang terpatri dalam diri, maupun yang terejawantahkan dalam perilaku.

Berdasarkan pendekatan pendidikan, karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olahraga seseorang atau sekelompok orang.

Secara prinsipil, pengembangan karakter tidak dimasukkan sebagai pokok bahasan atau mata kuliah, tetapi terintegrasi ke dalam mata kuliah yang sudah ada, serta pengembangan diri dan budaya universitas (university culture).

Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam penerapan pendidikan karakter.

Pertama, berkelanjutan. Mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai karakter merupakan sebuah proses panjang, dimulai dari PAUD hingga pendidikan tinggi.

Kedua, melalui semua mata kuliah, pengembangan diri, dan budaya universitas, mensyaratkan bahwa proses pengembangan karakter dilakukan melalui setiap mata kuliah, serta dalam setiap kegiatan kurikuler, ekstra-kurikuler, dan ko-kurikuler.

Ketiga, nilai tidak diajarkan, tetapi dikembangkan melalui proses belajar. Artinya, materi nilai-nilai karakter bukanlah bahan ajar biasa dan bukan semata-mata dapat ditangkap sendiri atau diajarkan, melainkan diinternalisasi melalui proses belajar.

Keempat, proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenang-kan. Prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan karakter dilakukan oleh peserta didik, bukan oleh pendidik.
Pendidik menerapkan prinsip tut wuri handayani dalam setiap perilaku yang ditunjukkan peserta didik.

Prinsip ini juga menyatakan bahwa proses pendidikan dilakukan dalam suasana belajar yang menimbulkan rasa senang dan tidak indoktrinatif.

Diawali dari perkenalan terhadap pengertian nilai yang dikembangkan, maka pendidik menuntun peserta didik agar secara aktif menumbuhkan nilai-nila karakter pada diri peserta didik melalui berbagai kegiatan belajar yang terjadi di kelas, di universitas, dan tugas-tugas di luar universitas. 

Ketika pendidikan karakter telah diterapkan dalam pendidikan persekolahan maupun dalam keluarga dan masyarakat, maka visi dan tujuan pendidikan nasional akan terwujud, yaitu terbentuknya manusia Indonesia yang bukan hanya menguasai Iptek, melainkan juga memiliki karakter dan martabat yang menjadi kekuatan utama daya saingnya.

Untuk mewujudkan itu, maka pendidikan karakter harus dijadikan sebagai ruh dalam penyelenggaraan pendidikan mulai dari PAUD hingga pendidikan tinggi.

(Orasi ilmiah dibawakan pada Dies Natalis XII dan Wisuda IX Universitas Madako, Tolitoli, Sulawesi Tengah, Selasa, 2 Juli 2013)

------------
@copyright Majalah Almamater, edisi ke-5, Vol.II, November 2013

No comments: