Thursday, August 23, 2012

Mahasiswa Tidak Perlu Bekerja Khusus


"Kalau mahasiswa sedang menulis skripsi atau tugas akhir, maka di situ pasti ada telaah pustaka. Saat itulah mahasiswa bersangkutan menulis makalah ilmiah. Bisa saja makalah atau karya ilmiah diambil dari tesis atau tugas akhir yang sedang mereka susun, tetapi bisa juga mahasiswa membuat karya ilmiah sesuai minat dan bakatnya."
Koordinator Kopertis Wilayah IX Sulawesi
Prof Dr HM Basri Wello MA

-------------
 
Prof Dr HM Basri Wello:
Mahasiswa Tidak Perlu Bekerja Khusus


Makassar, TabloidAlmamater.
Terbitnya Surat Edaran Dir­jen Dikti Nomor: 152/E­/T/­2012, perihal Publikasi Karya Ilmiah, tidak perlu disikapi se­cara reaktif, karena perma­sa­la­hannya tidak terlalu sulit se­pan­jang dibolehkan karya il­miah itu diterbitkan pada jurnal ilmiah lokal, bahkan diha­rap­kan kelak semua program studi menerbitkan jurnal ilmiah, se­hi­ngga mahasiswa tidak kesulitan lagi mencari jurnal ilmiah.

Kalau mahasiswa sedang menulis skripsi atau tugas akhir, maka di situ pasti ada telaah pustaka. Saat itulah mahasiswa bersangkutan menulis makalah ilmiah. Bisa saja makalah atau karya ilmiah diambil dari tesis atau tugas akhir yang sedang mereka susun, tetapi bisa juga mahasiswa membuat karya ilmiah sesuai minat dan bakatnya.

“Jadi mahasiswa tidak perlu bekerja khusus menulis karya ilmiah untuk dimuat pada jurnal ilmiah. Tetapi, mahasiswa memang perlu dilatih, terutama mengenai kaidah-kaidah penulisan karya ilmiah,” tutur Koordinator Kopertis Wilayah IX Sulawesi Prof Dr HM Basri Wello MA, kepada Tabloid Almamater, di ruang kerjanya, Senin, 19 Maret 2012.

Mantan Pembantu Rektor III dan mantan Pembantu Rektor IV Universitas Negeri Makassar (UNM) itu kembali menegaskan bahwa tidak ada hal yang terlalu sulit, karena bagaimana pun juga  para mahasiswa sudah terbiasa dengan tugas-tugas dari dosen, meskipun bukan karya ilmiah.

“Sisa bagaimana dibiasakan menulis dengan format karya ilmiah,” katanya.

Yang jadi masalah sekarang adalah aksesibilitas. Mahasiswa di luar pulau Jawa umumnya kesulitan mencari jurnal ilmiah yang sudah terakreditasi, karena jumlahnya sangat terbatas. Para calon Guru Besar pun kesulitan, karena mereka diwajibkan mempulikasikan karya ilmiahnya pada jurnal ilmiah terakreditasi nasional atau internasional.

Meskipun masih banyak kendala yang dihadapi, lanjut Basri, terbitnya Surat Edaran Dirjen Dikti tersebut harus dilihat dari sisi positif bahwa itu merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas dan daya saing.

Kalau memang dibolehkan penerbitan jurnal ilmiah online tanpa harus ada versi cetaknya, menurut dia, itu lebih bagus, karena yang terpenting ada sarana atau wadahnya. Malah jurnal ilmiah online lebih ba­gus,  karena bisa memi­ni­mal­kan tindakan duplikasi atau pla­giarisme karya ilmiah dan lebih mudah dikontrol.

“Para penulisnya pun pasti akan hati-hati, karena karya ilmiah mereka bisa dibaca oleh semua orang di seluruh dunia,” kata Basri.

Warga Kelas Dua

Menyinggung sulitnya syarat penerbitan dan perpanjangan izin jurnal ilmiah terakreditasi dan adanya usul agar syarat tersebut diperlonggar atau dibedakan antara jurnal ilmiah di Jawa dan di luar pulau Jawa, Koordinator Kopertis IX Sulawesi secara tegas mengatakan bahwa pikiran seperti itu sebaiknya dibuang.

“Kalau itu yang ada di pikiran kita, maka kita akan selamanya akan menjadi warga kelas dua, karena kita selalu merendahkan diri. Justru kalau saya, mari kita bersaing dan saya yakin mahasiswa mampu untuk itu,’ tegasnya.

Basri Wello mengingatkan bahwa Surat Edaran Dirjen Dikti tersebut merupakan bagian dari upaya menciptakan budaya akademik, serta bagian dari proses pendidikan dan pembelajaran di lingkungan kampus.

Menyinggung tidak adanya sanksi hukum bagi perguruan tinggi jika Surat Edaran Dirjen Dikti tersebut diabaikan, Koordinator Kopertis IX mengatakan, sanksi hukum memang tidak ada, tetapi seluruh sivitas akademika dituntut tanggung jawab moral dan tanggung jawab sosialnya.

 “Kalau perguruan tinggi ingin membangun tradisi akademik yang kuat, maka dia harus membangun ciri khas dan nama baiknya,” kata Basri. (tim) 

@copyright Tabloid Almamater, Makassar, Edisi II, Maret 2012.

No comments: