Thursday, June 07, 2012

Karakter Memengaruhi Kesuksesan Seseorang



Banyak hasil penelitian yang membuktikan bahwa karakter dapat memengaruhi kesuksesan seseorang. Di antaranya, hasil penelitian di Harvard University, Amerika Serikat, yang mengatakan bahwa ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill).
Penelitian ini mengungkapkan bahwa kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20% oleh hard skill, dan sisanya (80%) oleh soft skill. Bahkan, orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung oleh kemampuan soft skill dari pada hard skill.

 
Karakter Memengaruhi Kesuksesan Seseorang

Oleh: Prof Dr HM Basri Wello MA

“Kalau ingin membangun bangsa Indonesia menjadi bangsa yang besar, kita harus membangun karakternya. Kalau bangsa ini tidak berkarakter, maka bangsa ini akan menjadi bangsa kuli.”
Bung Karno
(Presiden I Republik Indonesia)

Tak dapat disangkal bahwa karakter merupakan aspek yang penting untuk kesuksesan manusia di masa depan. Karakter yang kuat akan membentuk mental yang kuat. Mental yang kuat akan melahirkan spirit yang kuat, pantang menyerah, berani mengarungi proses panjang, serta berani menerjang arus badai.

Menurut Gede Raka dkk, dari studi yang dilakukan terhadap 449 orang manajer, menunjukkan bahwa faktor karakter mempunyai kontribusi yang paling besar terhadap persepsi berhasil atau tidaknya seseorang dalam kehidupan.

Martin EP Seligman, dalam Learned Optimism, menunjukkan hasil eksperimen mengenai pengaruh optimisme terhadap keberhasilan seseorang dalam sebuah pekerjaan.

Eksperimen itu bahkan membuktikan bahwa orang-orang yang optimis, namun pada tahap seleksi tidak memenuhi persyaratan lulus dari segi profil kompetensi untuk pekerjaannya (career profile), kinerjanya lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang memiliki kompetensi tinggi tetapi tidak optimis. Sifat optimis merupakan bagian dari karakter seseorang. (Raka, dkk.)

Di sinilah pentingnya karakter yang kuat itu. Jika karakter bangsa ini lemah, maka bangsa Indonesia dijadikan bulan-bulanan oleh negara-negara maju yang melek pengetahuan dan teknologi, yang mampu membuat terobosan progresif, dan melakukan akselerasi masif di segala bidang. Negara ini akan semakin tertindas di dalam dan di luar negeri, menjadi buruh di negeri sendiri, yang akhirnya dijajah sumber daya alam dan manusianya secara eksploitatif dan tidak manusiawi.

Apakah itu yang kita inginkan? Apakah potret masa depan bangsa yang buram semacam itu yang menjadi cita-cita kita? Pasti  jawabannya: tidak! Bangsa ini harus bergerak ke depan dengan karakter yang kuat, karakter seorang pemenang yang tangguh, berani, dan progresif dalam mengejar ketertinggalan.

Oleh karena itu, pendidikan karakter harus disosialisasikan, diinternalisasikan, dan diin­tensifkan sejak dini di semua level kehidupan berbangsa dan bernegara. Lembaga pendidikan harus tampil sebagai pionir pendidikan karakter ini dalam membangun karakter anak didik yang bermoral dan berakhlak, dinamis, serta visioner.

Karena, sepertinya karakter masyarakat Indonesia yang san­tun dalam berperilaku, musya­warah dan mufakat dalam me­nye­lesaikan masalah, local wisdom yang kaya dengan keberagaman budaya, toleransi dan gotong royong, sipakatau sipalebbi’ (saling menghargai, saling menghormati, red), telah berubah wujud menjadi hegemoni kelompok yang brutal dan anarkis untuk saling menga­lahkan.

Mengapa harus lembaga pendidikan? Sebab, tanggung jawab utama negara dan masyarakat dalam mempersiapkan kader masa depan yang berkualitas di bidang ilmu, moral, mental, dan perjuangan, adalah dimulai dari lembaga pendidikan.

Selain itu, lembaga pendidikan formal selama ini disinyalir hanya mementingkan aspek kecerdasan akademik, serta menganaktirikan aspek kecerdasan emosi dan spiritual.

Menurut Ali Ibrahim Akbar, pendidikan di Indonesia masih cenderung berorientasi pada pendidikan berbasis hard skill (keterampilan teknis), yang lebih bersifat mengembangkan intelligence quotient (IQ).

Sedangkan kemampuan soft skill yang tertuang dalam emotional intelligence (EQ), spiritual intelligence (SQ) dan social intelligence, sangat kurang. Pembelajaran di sekolah dan perguruan tinggi, lebih menekankan pada perolehan nilai (IPK). Sebagian guru dan dosen berpandangan bahwa peserta didik dikatakan baik kompetensinya apabila nilainya atau IPK-nya tinggi.

Padahal, untuk mempersiapkan SDM yang berkualitas dan berdaya saing tinggi, dunia pendidikan harus mampu menghasilkan SDM yang cerdas, berakhlak mulia, dan bermoral tinggi atau berkarakter kuat seperti yang pernah ditegaskan oleh Martin Luther King, bahwa “intelligence plus character, that is the goal of true education” (kecerdasan yang berkarakter adalah tujuan akhir pendidikan yang sebenarnya).

Seiring dengan perkem­bangan zaman, pendi­dikan yang hanya berbasiskan hard skill dan menghasilkan lulusan yang berprestasi dalam bidang akade­mis harus mulai dibenahi. Sekarang, pem­be­la­jaran juga harus berbasis pada pengembangan soft skill, karena pengembangan soft skill sangat penting dalam pembentukan karakter anak bangsa.

Pendidikan soft skill bertumpu pada pembinaan mentalitas agar peserta didik dapat menyesuaikan diri dengan realitas kehidupan. Karena kesuksesan seseorang tidak semata-mata ditentukan oleh pengetahuan dan keterampilan teknis (hard skill), tetapi juga oleh keterampilan mengelola diri dan orang lain (soft skill).

Pengaruh Karakter

Banyak hasil penelitian yang membuktikan bahwa karakter dapat memengaruhi kesuksesan seseorang. Di antaranya, hasil penelitian di Harvard University, Amerika Serikat, yang mengatakan bahwa ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill).

Penelitian ini mengungkapkan bahwa kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20% oleh hard skill, dan sisanya (80%) oleh soft skill. Bahkan, orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung oleh kemampuan soft skill dari pada hard skill.

Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan.
Ratna Megawangi, dalam bukunya “Semua Berakar pada Karakter”, mencontohkan kesuksesan Cina dalam menerapkan pendidikan karakter sejak awal 1980-an.

Menurutnya, pendidikan karakter adalah untuk mengukir akhlak melalui proses knowing the good, loving the good, and acting the good (suatu proses pendidikan yang melibatkan aspek kognitif, emosi, dan fisik sehingga berakhlak mulia).

Dengan pendidikan karakter ini, diharapkan kecerdasan luar dan dalam menjadi bersatu dalam jiwa sebagai kekuatan dahsyat dalam menggapai cita-cita besar yang diimpikan bangsa, yakni sebagai bangsa yang maju dan bermartabat, yang disegani karena integritas, kredibilitas, prestasi, dan karya besarnya dalam panggung peradaban manusia. (Penulis adalah Koordinator Kopertis IX Sulawesi)


@copyright Tabloid Almamater, Makassar
Edisi II, Maret 2012 -- halaman 3.

No comments: