TARI APPADEKKO' yang merupakan salah satu tarian khas daerah Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, dan menampilkan anak-anak sebagai penarinya, menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan, dan dapat dijadikan sebagai bagian dari paket eduwisata bagi para pelajar dan mahasiswa. (ANTARA FOTO/Yusran Uccang)
---------------------
Menggagas Eduwisata dan Desa Wisata di Takalar
Oleh: Asnawin
(Wartawan Tabloid Almamater)
Kata “eduwisata”
dan “desa wisata” mungkin belum banyak didengar, diucapkan, apalagi dibahas
secara serius. Telinga kita lebih akrab dengan kata objek wisata atau
pariwisata. Kamus Besar Bahasa Indonesia pun belum memasukkan istilah atau kata
“eduwisata” sebagai salah satu kosakata.
Mungkin itulah salah
satu sebabnya, sehingga banyak objek wisata yang sebenarnya menarik dan
bermanfaat untuk dikunjungi, tetapi kurang diminati, tidak terlalu dikenal, dan
jarang dikunjungi wisatawan, terutama oleh pelajar dan mahasiswa.
Penyebab lain,
objek wisata yang sesungguhnya menarik dan bermanfaat untuk dikunjungi itu,
belum dikelola dengan baik, kurang diperhatikan oleh pemerintah (daerah), serta
jarang dipromosikan.
Di Sulawesi
Selatan misalnya, ada ribuan objek wisata yang menarik, tetapi tidak terlalu
banyak objek wisata yang “banjir” wisatawan, apalagi wisatawan dari kalangan
pelajar dan mahasiswa.
Tentu saja tidak
ada kata terlambat untuk memulai. Para bupati dan walikota se-Sulawesi Selatan,
dapat memulai kapan saja, membuat program, merancang, mempromosikan, mengundang,
dan menggelar atau melaksanakan paket eduwisata.
Kita ambil
contoh Kabupaten Takalar. Daerah dengan sebutan “butta panrannuangku” ini
memiliki banyak objek wisata dan potensi wisata yang belum tergarap atau belum dikembangkan
secara optimal.
Objek wisata
yang ada pun belum diintegrasikan satu sama lain, sehingga para pengelolanya
atau para pelaku pariwisata seolah-olah berjalan sendiri-sendiri, padahal (maaf)
ada pemerintah daerah setempat yang bisa membina dan menyatukan mereka, untuk
mengoptimalkan pengelolaan, membuatkan paket kunjungan wisata, dan mendatangkan
wisatawan sebanyak-banyaknya.
Objek Wisata
Kabupaten Takalar
yang terdiri atas sembilan kecamatan dan 100 desa/kelurahan (76 desa dan 24
kelurahan), memiliki banyak objek wisata alam, serta sejumlah wisata sejarah
dan budaya.
Sebagai daerah
pesisir, Takalar yang luasnya 566,51 km2,
memiliki banyak pantai, yaitu Pantai Lamangkia, Pantai
Galumbaya, Pantai Puntondo, Pantai Parialau, Pantai Punaga,Pantai Boe, Pantai
Gusunga, dan Pantai Cinta (Cikoang, Topejawa, Lakatong).
Di perairan yang
masuk wilayah Kabupaten Takalar, terdapat tiga pulau yang sangat potensial
untuk dikembangkan menjadi daerah kunjungan wisata, yaitu Tanakeke (hutan
bakau), Sanrobengi, dan Dayang-dayangan.
Yang menarik, meskipun
memiliki garis pantai yang cukup panjang, daerah berpenduduk sekitar 270.000 jiwa
(Tahun 2012) ini juga memiliki gunung, yakni Gunung Buakang.
Di daerah
pegunungan itu, terdapat dua objek wisata yang cukup indah, yaitu Telaga Ko’mara
dan kawasan perburuan rusa Barugaya.
Telaga Ko’mara
adalah sebuah sebuah
kawasan pegunungan dengan alam yang asri dan sejuk, serta sungai-sungai yang
mengalir dari celah pegunungan, sehingga menghasilkan air terjun yang
bertingkat-tingkat, sedangkan kawasan perburuan
rusa Barugaya lengkap dengan wisata lintas alam (outbound), mancing, berkuda, panjat tebing, dan berkemah.
Wisata Sejarah
Selanjutnya, ada
objek wisata sejarah Monumen Lapris (Laskar Pemberontak Rakyat Sulawesi) dan
Benteng Sanrobone.
Monumen
Lapris dibuat untuk mengenang perjuangan pahlawan nasional Ranggong Daeng
Romo, Panglima Laskar Pemberontak Rakyat Sulawesi/Lapris, yang beranggotakan 19 organisasi
kelaskaran di seluruh Sulawesi Selatan dan Tenggara.
Objek
wisata ini sangat cocok dikunjungi
oleh peneliti sejarah, pelajar, dan mahasiswa, karena
selain bernilai sejarah, lokasinya juga cukup indah karena dibangun di
sebuah bukit di Desa Bulukunyi yang memiliki mata air dan tempat
permandian yang dikenal dengan nama Permandian Alam Saluka.
Objek
wisata sejarah lain di Takalar, yaitu Benteng Sanrobone, di Desa Sanrobone,
Kecamatan Sanrobone.
Benteng
Sanrobone dibuat pada sekitar abad ke-16, ketika Dampang Panca Belong menjabat Raja I Kerajaan Sanrobone.
Atas perintah Raja Gowa, benteng tersebut dikerjakan oleh rakyat secara gotong royong.
Dibuat
dari batu bata
dan berbentuk perahu, Benteng Sanrobone memiliki panjang sekitar 3,7 km dengan tujuh pintu benteng,
yang terdiri atas empat pintu besar searah dengan mata angin, dan tiga pintu kecil.
Di
dalam benteng terdapat meriam dengan berat sekitar 150 kg, keris pusaka, dan makam
Raja Sanrobone (kabbanga). Tak jauh dari Benteng Sanrobone, juga terdapat Masjid Tua
Sanrobone yang juga merupakan peninggalan Kerajaan Sanrobone.
Nilai-nilai
sejarah dan peninggalan benda-benda bersejarah itulah yang menjadi daya tarik
tersendiri bagi para wisatawan, khususnya wisatawan dari kalangan peneliti,
pelajar, dan mahasiswa.
Wisata Budaya & Keagamaan
Dengan
latar-belakang sejarah yang cukup panjang, Takalar juga memiliki sejumlah
kegiatan wisata budaya dan keagamaan, antara lain Assoso Pa’rasangan, Pesta Nelayan Galesong, Pesta Lammang, Akkio Bunting, Angngaru, Je’ne Sappara, Accera Kalompoang, Gaukang Karaeng
Galesong, Maudu Lompoa, dan Qur’an Barakka.
Paket Eduwisata
Objek-objek
wisata, wisata sejarah, serta wisata budaya dan keagamaan tersebut, merupakan
modal besar bagi pemerintah dan masyarakat Kabupaten Takalar untuk membuat paket
eduwisata.
Eduwisata merupakan
singkatan dari kata education
(pendidikan) dan pariwisata. Dengan demikian, eduwisata merupakan liburan
berkualitas yang memadukan antara kegiatan wisata atau liburan dengan kegiatan
pendidikan atau belajar.
Para wisatawan
tidak hanya disuguhi objek wisata, kegiatan budaya dan keagamaan, atau
atraksi-atraksi menarik, tetapi juga belajar dan melakukan praktek
pembelajaran, antara lain belajar sejarah, mengenal budaya, serta praktek
membuat aneka keterampilan, kerajinan, dan praktek bertani.
Agar para
wisatawan yang diundang atau datang dengan inisiatif sendiri itu tetap merasa
senang dan merasa terlayani dengan baik, pemerintah daerah bersama para pelaku atau
pengelola pariwisata, harus membuat dan mencetak sebanyak-banyaknya brosur dan
buku saku yang berisi panduan dan keterangan tentang objek-objek wisata, jenis
wisata, lokasi, dan cuaca.
Pemerintah dan
pelaku atau pengelola pariwisata juga dapat bekerja-sama membuat paket
eduwisata berupa kunjungan sehari sampai dengan tiga hari bagi para pelajar
atau mahasiswa dengan harga yang terjangkau.
Desa Wisata
Pengelolaan
objek wisata dan paket eduwisata tersebut akan lebih paripurna jika pemerintah
daerah setempat memilih dan menetapkan beberapa desa dan atau kelurahan sebagai
desa wisata, dengan mengintegrasikan antara atraksi, akomodasi, dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan
masyarakat, yang menyatu dengan tata cara dan
tradisi yang berlaku.
Di
desa wisata tersebut, para wisatawan bisa datang setengah hari (one day trip)
atau menginap di rumah penduduk, serta bergaul dan menyatu dengan keseharian
penduduk setempat untuk menyaksikan, melakukan, dan atau belajar menari,
menenun, bertani, atau belajar bahasa daerah setempat.
Tentu
saja pengembangan
dari desa wisata ini harus direncanakan secara hati-hati untuk mencegah dampak negatif atau agar dampak yang timbul dapat
dikontrol.
Potensi
dan pengelolaan pariwisata, serta paket eduwisata dan program desa wisata,
diharapkan dapat menjadi andalan baru guna mempromosikan dan mengangkat citra Kabupaten
Takalar, sekaligus menjadi sumber pendapatan asli daerah (PAD) dan lahan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Satu
hal lagi yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah Kabupaten Takalar dan para
pengelola atau pelaku pariwisata, yaitu melakukan publikasi dan promosi yang
tak henti-hentinya melalui berbagai media (terutama media internet), agar
masyarakat dunia dapat dengan mudah menemukan dan mengenal Kabupaten Takalar,
lengkap dengan berbagai potensi wisata yang dimilikinya.
No comments:
Post a Comment